
Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Bangka Barat No 4 Tahun 2013 tentang pemberdayaan, pelestarian, dan pengembangan adat dan kebudayaan bangka barat bahwa kebudayaan Bangka Barat yang merupakan bagian dari budaya bangsa Indonesia dan sekaligus sebagai aset nasional, keberadaannya perlu dijaga, diberdayakan, dibina, dilestarikan dan dikembangkan sehingga dapat berperan dalam upaya menciptakan masyarakat Bangka Barat yang memiliki jati diri, berakhlak mulia, berperadaban dan mempertinggi pemahaman masyarakat terhadap nilai-nilai luhur budaya bangsa secara maksimal dengan berdasarkan kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Budaya Daerah adalah budaya masyarakat Bangka Barat yaitu sistem nilai yang dianut oleh komunitas/kelompok masyarakat Daerah, yang diyakini akan dapat memenuhi harapan-harapan warga masyarakatnya dan di dalamnya terdapat nilai-nilai, sikap serta tata cara masyarakat yang diyakini dapat memenuhi kehidupan warga masyarakatnya. Menurut Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 10 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelestarian Tradisi bahwa pemerintah daerah kabupaten/kota wajib memfasilitasi pelaksanaan pelestarian tradisi yang berkembang di masyarakat. Bentuk pelestarian tradisi meliputi perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan. Kegiatan Pelestarian dan Aktualisasi Adat Budaya Daerah merupakan salah satu upaya pemerintah untuk memberikan perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan terhadap tradisi, adat dan budaya daerah.
Sumber : Disparbud Babar
ritual adat Ceriak nerang
Ceriak
Nerang merupakan ritual adat masyarakat adat Jering di Desa Kundi (sebelum
pemekaran menjadi 3 desa; Desa Kundi, Desa Bukit terak dan Desa Air Menduyung).
Dimana ritual ini merupakan bagian rangkaian dari Ceriak Ngelam yang
dilaksanakan sebelum masa tanam, sementara Ceriak Nerang dilakukan setelah masa
panen. Ceriak Nerang terdiri dari 2 rangkaian yakni Ceriak Nerang Laut yang
dilaksanakan di Tanjung Tadah Desa Air Menduyung oleh dukun laut; Bapak Bahtiar
dan Ceriak Nerang Darat yang dilaksanakan di hutan larangan Desa Bukit terak
oleh Bapak Ahmid yang lebih dikenal dengan panggilan Bapak Bujel.
Ceriak
Nerang Darat sudah dilaksanakan sejak nenek moyang di masyarakat adat Jering.
Ceriak Nerang Darat ini bermaksud untuk menjaga kehidupan manusia dan alam termasuk
makhluk halus/gaib supaya tetap harmonis. Wawancara dengan dengan Bapak Senai
selaku pelaku tradisi lokal, Ceriak Nerang Darat ini merupakan tradisi
memanggil makhluk halus, supaya pulang atau tidak lagi mengganggu manusia.
acara adat dusun bujang, desa tugang
Menurut cerita
masyarakat, pada zaman dahulu kala nenek moyang Dusun Bujang pernah mengalami
sakit kesarep/ketulang/ketelan padi. Kemudian beliau besumbar/bersumpah, jika
sembuh dari sakit tersebut beliau akan menaber hutan di bukit penaber yang
berada di daerah Dusun Bujang, serta menaber kampung. Hingga saat ini prosesi taber masih dilakukan
oleh masyarakat Dusun bujang untuk menghindari wabah penyakit sekaligus meminta
keberkahan. Dimana prosesi taber tersebut menjadi satu rangkaian di dalam Pesta
Adat Dusun Bujang.
Pesta Adat Dusun
Bujang merupakan salah satu perayaan masyarakat Dusun Bujang sebagai wujud rasa
syukur atas hasil panen yang didapatkan. Hal ini terlihat dari masing-masing
rumah di Dusun Bujang, bahwa mereka menghidangkan beragam makanan seperti,
kue-kue yang disusun dalam toples, ketupat, nasi merah, jamur, rendang, ayam,
dodol, dan lain-lain. Sehingga banyak
mayarakat luar yang berdatangan ke Pesta Adat Dusun Bujang untuk bertamu ke
rumah-rumah warga, baik dari hubungan keluarga ataupun pertemanan.
pawai obor daya baru pal 4
Acara
ini merupakan tradisi turun temurun. Acara
ini sebagai wujud dari rasa syukur masyarakat dalam menjalani bulan
ramadhan. Jaman dahulu pemasangan lampu culok masih menggunakan peralatan
seadanya seperti bambu, kaleng bekas dan lain-lain yang dipasangi dan
diletakkan di depan rumah masing-masing. 3000 culok dinyalakan di sepanjang
Kampung Daya Baru. Pawai obor juga ikut memeriahkan datangnya bulan suci ini
sebagaimana yang dilakukan oleh nenek moyang Kampung Daya Baru
khataman qur'an kp. daya pal 4
Kec. muntok
Pada umumnya, tradisi-tradisi yang ada di Indonesia merupakan warisan
dari generasi sebelumnya. Tradisi tersebut ada yang mengalami perubahan,
kemudian hilang, lalu ada pula yang dipelihara dan dikembangkan sehingga dapat
disaksikan oleh generasi selanjutnya. Tradisi yang hidup dalam masyarakat merupakan sebuah bentuk
ekspresi yang hadir dalam pengalaman hidup sehari-hari suatu kelompok
masyarakat guna memenuhi kebutuhan mereka bersama. Hal tersebut terkandung di dalam makna nilai-nilai luhur yang tinggi
sehingga dapat mempengaruhi masyarakat pendukungnya untuk berinteraksi secara
aktif dan efektif, serta mampu membina budi pekerti luhur. Salah satu tradisi yang masih hidup dan berkembang di Desa Daya Baru Pal
4, Kecamatan Muntok, Kabupaten Bangka Barat ialah Pesta Adat Khatam Al Qur’an
Massal.
Tradisi Pesta Adat Khatam Al Qur’an Massal telah dilakukan secara turun
temurun, sehingga diwajibkan bagi masyarakatnya untuk memperingati setiap satu
tahun sekali. Khatam Al Qur’an Massal
memiliki syarat tertentu, di antaranya; (1) harus bisa baca Al Qur’an; dan (2)
telah menyelesaikan 30 juz. Peserta
Khatam Al Qur’an Massal mulai dari anak-anak, dewasa, hingga orang tua. Selain
meningkatkan ketaqwaan bagi umat yang beragama Islam, jika seseorang yang belum
melakukan Khatam Al Qur’an tidak diperbolehkan untuk mengaji ketika orang
tuanya meninggal. Maka dari itu, Khatam Al Qur’an menjadi penting bagi
masyarakatnya yang memeluk agama Islam.
Oleh karena Khatam Al Qur’an Massal sudah menjadi bagian dari tradisi
masyarakat Desa Daya Baru, maka masyarakat terus menjaga dan melestarikan
tradisi Khatam Al Qur’an Massal tersebut.
Pesta Adat
Khatam Al Qur’an Massal ini memiliki beberapa prosesi yang hadir di dalamnya.
Adapun prosesi tersebut dimulai dari doa selamat, sambutan, salam Al Qur’an, arak-arakan, khatam Al Qur’an, dan
asoh Al Qur’an. Menurut pandangan
masyarakat, prosesi ini wajib dilakukan karena sudah terjadi sejak dahulu.
haul makam khotamarasyid. desa bakit
Peringatan
Haul adalah suatu peringatan yang diadakan setahun sekali, bertepatan dengan wafatnya
seseorang yang ditokohkan oleh masyarakat, baik tokoh perjuangan atau tokoh
agama. Peringatan Haul ini bertujuan untuk mengenang jasa dan hasil perjuangan
para tokoh terhadap tanah air, bangsa serta umat dan kemajuan agama Allah, guna
dijadikan suri teladan oleh generasi penerus.
Rangkaian
kegiatan yang dilaksanakan dalam acara Haul antara lain :
a. Ziarah ke makam sang tokoh dan
membaca dzikir, tahlil dan kalimah thayyibah
b. Diadakan majlis ta’lim dan
pembacaan biografi
c. Dihidangkan makanan dan minuman
dengan niat shodaqoh.
Pada
hari ini, Minggu 15 September 2019 masyarakat Desa Bakit Kecamatan Parittiga
memperingati wafatnya seorang tokoh ulama yang berpengaruh yaitu KH.
Chotamarrasyid, dimana beliau wafat pada 10 Muharam yang diperkirakan 1377 H
pada tahun 1955.
KH.
Chotamarrasyid berasal dari Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Beliau menyebarkan
agama Islam di Palembang serta daerah sekitarnya. Pada tahun 1924 beliau
merantau ke Bangka dan mendarat di Belinyu tepatnya di Masjid Ja’mi Kampung
Tengah Belinyu. Pada tahun 1925 beliau hijrah dan menetap di Kampung Bakit
(sekarang disebut Desa Bakit) dan berkeliling ke desa-desa dalam melaksanakan
syiar Islam, antara lain desa Kapit, Telak, Kelapa, Dendang, Air Belo Muntok,
dan daerah kampung Dalam Pangkal Pinang.
Pada
tahun 1955 bertepatan dengan 10 Muharram 1377 H beliau wafat di desa Bakit
dalam usia 72 tahun dan dimakamkan di desa Bakit. Untuk mengenang jasa beliau
maka masyarakat desa Bakit menyelenggarakan kegiatan Haul ini, dimana acara ini
juga dikenal dengan istilah ganti kelambu, artinya mengganti kelambu yang
menutupi makam beliau.
pesta adat dusun belar. desa ibul
Pesta adat Dusun
Belar adalah suatu adat istiadat atau tradisi yang biasa dikenal dengan istilah
ruwahan dalam menyambut bulan puasa
Ramadhan, dimana kata ruwahan tersebut mengadopsi dari bahasa Jawa. Pengertian
dari ruwahan itu sendiri merupakan tradisi kebudayaan Jawa untuk mendoakan
orang yang telah meninggal dunia, seperti orangtua, kakek, nenek, tokoh pendiri
kampung, wali, dan lainnya. Tradisi ini
dilakukan mulai pertengahan bulan Ruwah (bulan ke-8 dalam kalender Jawa atau bersamaan
dengan Sya’ban dalam kalender Hijriah). Oleh karena itu disebut Ruwahan.
Kegiatan ini
merupakan pesta adat yang rutin dilaksanakan oleh masyarakat Dusun Belar di setiap
tahun. Adapun beberapa jenis kegiatan
yang dilaksanakan yaitu :
1)
Khataman Al- Qur’an
2)
Khitanan anak
laki-laki dan anak perempuan
3)
Gunting Rambut
Anak-anak
Pesta Adat Dusun
Belar ini merupakan adat istiadat yang telah dilaksanakan turun temurun hingga
sekarang. Seiring dengan perkembangan zaman saat ini, adat istiadat tersebut
masih tetap di pertahankan sehingga masih tetap dilaksanakan setiap tahunnya
oleh masyarakat Dusun Belar.
pesta adat dusun bujang desa tugang
Menurut cerita
masyarakat, pada zaman dahulu kala nenek moyang Dusun Bujang pernah mengalami
sakit kesarep/ketulang/ketelan padi. Kemudian beliau besumbar/bersumpah, jika
sembuh dari sakit tersebut beliau akan menaber hutan di bukit penaber yang
berada di daerah Dusun Bujang, serta menaber kampung. Hingga saat ini prosesi taber masih dilakukan
oleh masyarakat Dusun bujang untuk menghindari wabah penyakit sekaligus meminta
keberkahan. Dimana prosesi taber tersebut menjadi satu rangkaian di dalam Pesta
Adat Dusun Bujang.
Pesta Adat Dusun
Bujang merupakan salah satu perayaan masyarakat Dusun Bujang sebagai wujud rasa
syukur atas hasil panen yang didapatkan. Hal ini terlihat dari masing-masing
rumah di Dusun Bujang, bahwa mereka menghidangkan beragam makanan seperti,
kue-kue yang disusun dalam toples, ketupat, nasi merah, jamur, rendang, ayam,
dodol, dan lain-lain. Sehingga banyak
mayarakat luar yang berdatangan ke Pesta Adat Dusun Bujang untuk bertamu ke
rumah-rumah warga, baik dari hubungan keluarga ataupun pertemanan.
sembahyang rebut dusun anyai
desa air menduyung. Kec. Simpang teritip
Pada umumnya, tradisi-tradisi yang ada di Indonesia
merupakan warisan dari generasi sebelumnya. Tradisi tersebut ada yang mengalami
perubahan, kemudian hilang, lalu ada pula yang dipelihara dan dikembangkan
sehingga dapat disaksikan oleh generasi selanjutnya. Salah satu tradisi yang masih dipelihara oleh
masyarakat keturunan Tionghoa di Kabupaten Bangka Barat yaitu sembahyang rebut. Tradisi ini lahir di Dusun Anyai, Desa Air
Menduyung, Kecamatan Simpang Teritip, Kabupaten Bangka Barat yang secara turun
temurun sudah dilakukan oleh masyarakat yang beragama Khong hucu, semenjak kelenteng di Dusun Anyai berdiri pada
tahun 1901. Diwilayah Kecamatan Simpang
Teritip, Dusun Anyai Desa Air Menduyung merupakan salah satu agama Khong hucu
terbesar.
Menurut kalender Cina, pada tanggal 15 bulan 7 merupakan peringatan
sembahyang rebut. Hal tersebut diyakini
masyarakat bahwa pintu akhirat terbuka bagi arwah-arwah. Para arwah ini merupakan arwah yang tidak
diurus oleh keluarganya selama kematiannya.
Misalnya, kuburan para arwah tersebut tidak pernah disembahyangi oleh
keluarganya. Maka, ketika sembahyang
rebut dimulai, para arwah turun ke bumi untuk bergentayangan. Dalam hal ini, sembahyang
rebut dilakukan dengan maksud untuk meminta keselamatan, kemakmuran,
ketenangan, serta kedamaian agar semua masyarakat Dusun Anyai terhindar dari
segala gangguan dari arwah-arwah jahat.
Perlu diketahui, arwah-arwah tersebut tidak hanya arwah-arwah dari
keturunan Tionghoa saja. Namun, arwah-arwah dari keturunan non-Tionghoa pun
hadir saat pelaksanaan sembahyang rebut. Oleh sebab itu, masyarakat menyiapkan
sesajen untuk para arwah yang bergentanyangan, dewa-dewi, seperti ayam rebus, babi rebus,
kue adat (lapis, apem),
buah-buahan (jeruk, apel, pir, kelapa), tahu, nasi, ketan kunyit, dan serundeng
kelapa. Selain itu, pada ritual
sembahyang rebut juga menghadirkan patung Dewi Kwan In, Thai Se Ja, dan
replika kapal. Menurut tokoh agama, Thai Se Ja merupakan raja jin yang
bertugas mencatat arwah-arwah yang jahat.
Kemudian, sebuah replika kapal dimaksudkan untuk membawa arwah-arwah kembali ke akhirat. Di atas kepala Patung
Thai Se Ja terdapat patung
Dewi Kwan In
dengan payung. Selanjutnya acara sembahang rebut ini menghadirkan tiga unsur
seperti air, tanah, dan udara. Hal
tersebut disimbolkan melalui replika kapal yang mewakili unsur air, patung
kelipan mewakili unsur tanah, dan patung burung bangau mewakili unsur udara.
Tradisi
sembahyang rebut ini memiliki beberapa tahapan di dalamnya. Pada tahapan-tahapan ini memiliki beberapa
ritual yang tentunya wajib dilakukan oleh para tokoh agama. Adapun
ritual-ritual tersebut dimulai dari ritual sembahyang pembuka, ritual membuka
mata, ritual sembahyang umum, serta ritual penutup, dan pembakaran patung Thai Se Ja dan kapal.
pesta adat bukit penyabung desa pelangas
Tradisi yamg merupakan peninggalan dari leluhur memang tidak bisa
ditinggalkan begitu saja. Tradisi yang kuat akan mengakar terus sepanjang
jaman. Walaupun jaman telah berubah menjadi semakin maju dan modern, namun
suatu tradisi yang telah menjadi panutan dari masyarakat tertentu akan terus
dilakukan sepanjang waktu selama generasi penerusnya masih tetap ada dan
berdaya untuk melakukannya. Seperti tradisi Sedekah Gunung Desa Pelangas ini.
Sedekah Gunung Desa Pelangas setiap tahun dilaksanakan sebagai bentuk wujud
syukur kepada Yang Maha Kuasa atas selesainya menanam padi serta ucapan
terimaksih kepada leluhur yang telah menjaga masyarakat keturunan Jerieng yang
hingga kini mereka masih dalam keadaan sehat dan selamat. Gunung Pelangas atau
yang lebih dikenal para keturunan suku jerieng ini sebagai Gunung Penyabung
adalah tempat sakral yang tidak bisa sembarang orang yang boleh memasukinya. Masyarakat
Suku Jerieng percaya arwah para leluhur yang ghaib ini tinggal disini untuk
menjaga serta memantau mereka. Mereka percaya jika leluhur yang ghaib tinggal
di gunung adalah para pelindung mereka dengan cara ini mereka melakukan semacam
ritual mendoakan para leluhur tersebut dan meminta perlindungan dan keselamatan
serta harapannya agar hasil panen kedepan lebih baik dari tahun ini. Masyarakat
Suku jerieng juga meminta kepada leluhur agar menjaga tanaman-tanaman mereka
dan dilindungi dari hama-hama yang akan merusak tanaman.
Sedekah gunung Desa Pelangas ini dilaksanakan setiap 14 Muharam setiap bulan suroh 4 hari sesudah 10 muharam yang jatuh pada tanggal 14 September 2019 Masehi. Pada tahun ini Sedekah Gunung Desa Pelangas sudah lima kali dilaksanakan 1 oleh masyarakat keturunan suku Jerieng ini. Lokasi pemberangkatan berada di halaman rumah Pemangku Adat yaitu rumah Bapak Janum.
pesta adat desa air nyatoh kec. simpang teritip
Kegiatan ini dilaksanakan setiap setahun sekali di Desa Air Nyatoh. Kegiatan ini merupakan tradisi turun temurun berupa do’a tolak bala agar masyarakat desa Air Nyatoh di beri keselamatan sepanjang tahun. Kegiatan ini selalu dilaksanakan pada akhir bulan syafar. Awalnya dahulu kegiatan ini diadakan secara sakral, dengan ritual-ritual seperti menghanyutkan sesajen ke laut. Seiring perkembangan zaman terjadilah pembaruan. Adanya pro dan kontra antara kepercayaan tradisi leluhur dengan agama, terjadi perdebatan antara tokoh adat dan agama yang akhirnya menghasilkan perembukan secara damai dan bertoleransi. Kegiatan menghanyutkan sesajen ditiadakan lagi, kegiatan dilaksanakan di dalam masjid untuk melaksanakan do’a selamat (tahun ini doa selamat dilaksanakan pada malam harinya) kemudian dilanjutkan di pantai untuk melaksanakan ritual Ketupat Lepas. Ketupat lepas adalah ritual yang dilaksanakan sebagai simbol tolak bala, keselamatan dan kemakmuran. Ketupat dipegang beberapa orang untuk didoakan kemudian ditarik sampai lepas sebagai lambang kebersamaan. Tujuan dari kegiatan ini adalah :
1.
Doa di bulan
syafar agar di berikan keselamatan dijauhkan dari bala.
2.
Untuk
melestarikan adat istiadat serta kebudayaan.
3.
Meningkatkan
ekonomi masyarakat sector pariwisata.
4.
Sebagai promosi Pantai
Ketapang dan Desa Bahari Wisata Bagan Desa untuk menarik wisatawan local maupun
manca Negara.
5. Menjalin silahturahmi masyarakat antar desa.
pesta adat masyarakat dusun rajek. desa belar. Kec. simpang teritip.
Suatu adat istiadat,
tradisi yang dikenal dengan istilah ruwahan dalam menyambut bulan puasa
ramadhan merupakan rutinitas yang ada di Desa Rajek setiap tahun. Dimana dilaksanakan 2 jenis kegiatan yaitu:
1)
Khataman Masal ( Al-
Qur’an)
2)
Khitanan Masal
Pesta Adat Rajek ini
berawal dari adat istiadat suatu daerah yang telah berkembang turun temurun
dari nenek moyang. seiring dengan perkembangan zaman adat ini mulai mengalami
kemunduran namun masyarakat rajek saling bahu membahu agar adat istiadat
tersebut tetap di pertahankan. Supaya tidak mudah hilang begitu saja maka
melalui perembukan masyarakat dengan tokoh-tokoh adat setempat maka adat
istiadat ini tetap diperingati dan dirayakan setiap tahunnya oleh masyarakat
Dusun Rajek.
Seminggu sebelum
Pesta Adat Rajek ini berlangsung para dukun, tokoh agama, dan tokoh masyarakat
berkumpul di Balai Desa terlebih dahulu untuk menentukan hari baik jadwal
pelaksanaanya.
Sedangkan Sebulan
sebelum Pesta Adat Rajek ini berlangsung masyarakat Dusun Rajek mengadakan
kegiatan Sedekah Gunung.
Setelah diadakan perembukan
dengan para tetua adat, tokoh agama dan masyarakat maka diputuskan perayaan
pesta adat dengan rangkaian acara khataman massal dan khitananan massal. 1)
Khataman Masal ( Al-
Qur’an) Hari Sabtu Tanggal 05 Mei 2018 Pukul
16:00 wib sampai dengan pukul 21:30 wib di Mesjid Nurul Ihsan Dusun Rajek, Desa
Berang, Kec. Simpang Teritip, Kab. Bangka Barat. 2)
Khitanan Masal Hari Minggu Tanggal 06 Mei 2018
Pukul 05:00 wib sampai dengan pukul 07:00 wib di Sungai Dusun Rajek, Desa
Berang, Kec. Simpang Teritip, Kab.
Bangka Barat.
1.
Tujuan
1)
Mempertahankan adat
istiadat yang berkhazanah islam.
2)
Dapat menjalin
/memperat silahturahmi yang artinya biar masyarakat /sanak saudara dari tempat
lain bisa berkumpul di rumah keluarganya.
3)
Taat beribadah
4)
Menumbuhkan dan
meningkatkan motivasi, kreatifitas, dan kualitas SDM untuk mempertahankan adat
istiadat Dusun Rajek dari kepunahan dari kesadaran masyarakat Dusun Rajek itu
sendiri untuk menjadi manusia yang bertanggung jawab.
5)
Dapat meningkatkan
Persatuan dan Kesatuan Bangsa.
Ceriak Nerang
Ritual Suku Jerieng Kecamatan Simpang Teritip
Asal mula penduduk yang ada di wilayah
Kecamatan Simpang Teritip berawal dari 2 orang, laki-laki dan perempuan yang
berasal dari Sungai Pelangger, atau
disebut dengan tanah adat/tanah tua. Laki-laki bergelar Pateh dan perempuan bergelar Metal
Bertabun. Mereka mempunyai keturunan 8 pasang, dan terus beranak cucu.
Kemudian Pateh memilih keturunan-keturunannya yang sudah tua, yang laki-laki
disebut Batin, sedangkan yang
perempuan disebut Pelimas. Ada 8
Batin yang mempunyai tugas berbeda-beda, diantaranya Batin Kapong, Batin Tanah Ayek, Batin Gunong, Batin Air, Batin Laut,
Batin Hutan, Batin Api, dan Batin Padi. Para Batin bersatu membentuk
rimba/hutan sebagai hutan lindung/hutan adat, dan bertugas menjaga kehidupan
manusia dari gangguan makhluk gaib ataupun roh halus.
Khataman Al-Qur’an Desa “Santri”
Kapit
Kec. Parittiga
Istilah khataman Al-Qur’an, selaras dengan konsep
bahasa, maksudnya
adalah telah menyelesaikan membaca Al-Qur’an mulai dari surat Al-Fatihah (surat
pembuka Al-Quran) sampai surat An-Naas (surat penutup Al-Qur’an). Terkait
"khataman Al-Qur’an" sudah diketahui oleh muslimin sejak awal Islam . Nabi Muhammad
SAW dan sahabat telah menyampaikan tata cara, waktu dan pahala
mengkhatamkan.
Highlight


